MALANG // Semeru.bratapos.com – Dugaan malpraktik kembali mencuat di Kabupaten Malang. Yulianto (47), warga Dampit, harus menanggung derita kebutaan permanen pada satu matanya usai menjalani operasi katarak di RS Cokro Pindad Turen, Malang. Melalui kuasa hukumnya, Agus Salim Ghozali, A.M.Pdi., S.H., M.H., dan tim, Yulianto melayangkan somasi kepada pihak rumah sakit.
Somasi ini disampaikan pada Jumat (16/8/2025), langsung kepada manajemen RS Cokro Pindad Turen yang diwakili Humas Rizal bersama dua dokter, kemudian dilanjutkan pertemuan dengan Kepala RS, Cokro Pindad Turen.
Berdasarkan somasi, kasus bermula pada 11 September 2024 ketika Yulianto dirujuk dari Klinik Global Medica Dampit untuk memeriksakan keluhan mata ke RS Cokro Pindad Turen. Setelah pemeriksaan, dokter menyarankan operasi katarak yang ditangani oleh dr. Rofa, Sp.M, bersama tim. Operasi selesai sekitar pukul 17.50 WIB.
Namun, setelah perban matanya dibuka sekitar pukul 21.00 WIB, penglihatan Yulianto masih buram. Kondisi semakin memburuk pada dini hari 18 September 2024, ketika mata pasien tak lagi dapat melihat, disertai rasa nyeri hebat dan pusing. Meski sempat diberi obat pereda nyeri, Yulianto dipulangkan pada pukul 10.30 WIB dengan bekal obat tetes dan pil.
Setiba di rumah, keluarganya panik lantaran mata Yulianto mengeluarkan darah. Saat menghubungi pihak RS, keluarga hanya diminta mengirimkan foto kondisi mata melalui WhatsApp.
Keesokan harinya, Yulianto diminta datang kembali ke Poli Mata. Anehnya, pihak rumah sakit meminta pasien mendaftar ulang sebagai pasien baru, sementara seluruh berkas rekam medis sebelumnya diambil pihak RS dan hingga kini belum dikembalikan.
Pasien sempat menjalani operasi ulang, namun penglihatan tak kunjung pulih. Hingga kini, Yulianto resmi dinyatakan mengalami kebutaan permanen pada satu matanya.
Kondisi ini jelas menghancurkan kehidupan Yulianto. Sebagai kepala keluarga dengan anak-anak yang masih kecil, ia kini tak bisa lagi bekerja untuk menafkahi keluarga. “Klien kami kehilangan mata, kehilangan pekerjaan, dan kehilangan masa depannya. Kerugian yang dialami sangat besar, baik materiil maupun immateriil,” tegas kuasa hukum, Agus Salim Ghozali.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum menuntut ganti rugi sebesar Rp15 miliar kepada pihak RS Cokro Pindad Turen.
Pihak RS Cokro Pindad Turen merespons somasi dengan mengundang tim kuasa hukum pasien pada Selasa (20/8/2025) di Hotel Cokro Pindad. Pertemuan tersebut dihadiri dr. Dewa, konsultan medis RS Cokro Pindad.
Dalam jawaban somasinya, rumah sakit membantah telah melakukan malpraktik. Mereka beralasan kebutaan Yulianto merupakan komplikasi medis akibat penyakit diabetes yang diderita pasien, bukan kelalaian tenaga medis. Karena itu, RS Cokro Pindad menolak memberikan ganti rugi maupun permintaan maaf, serta menegaskan tindakan medis telah sesuai prosedur.
Tak puas dengan jawaban tersebut, kuasa hukum Yulianto menegaskan akan menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana. Selain itu, mereka juga berencana melaporkan kasus ini ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami), Ombudsman, hingga Kementerian Kesehatan untuk meminta pencabutan izin praktik dr. Rofa maupun evaluasi izin operasional RS Cokro Pindad Turen.
“Ini bukan hanya tentang klien kami, tapi juga tentang keselamatan pasien lain. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” tegas Agus Salim Ghozali.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Humas RS Cokro Pindad Turen, Rizal, belum memberikan tanggapan resmi meskipun pesan konfirmasi dari wartawan telah terbaca di WhatsApp.
Kasus ini diperkirakan bakal menjadi perhatian publik, mengingat menyangkut keselamatan pasien, etika profesi medis, dan pertanggungjawaban rumah sakit dalam dugaan malpraktik.
(Bersambung…)
Pewarta: Shelor
Editor/Publisher: Kacab Semeru